Sabtu, 08 September 2012

Relevansi Tokoh Hanafi dan Corrie dengan Kebudayaan Masing-masing dalam Novel Salah Asuhan



Dalam Salah Asuhan Abdoel Moeis tidak lagi mengangkat tema yang terkeungkung pada masalah adat, seperti kebanyakan novel pada zamannya seperti Azab dan Sengsara atau Siti Nurbaya, akan tetapi yang diangkat adalah hubungan antara Timur (Hanafi) dan Barat (Corrie). Abdoel Moeis mengangkat tema tersebut Karena ingin mengkritik golongan terpelajar kita pada saat itu yang tak sedikit justru melupakan bangsanya sendiri maka gambaran tokoh Hanafi pun relevan dengan golongan terpelajar pada masa itu atau bahkan pada golongan terpelajar saat sekarang, akan tetapi gambaran tokoh yang lain seperti Corrie justru tidak logis.
Terlepas dari latar belakang penerbitan Novel tersebut oleh Balai Pustaka yang pada saat itu di monopoli oleh Pemerintah Belanda, namun secara intrinsik penggambaran Tokoh Corrie begitu jelas terlihat adanya ketidakrelevanan, dengan budaya yang dianutnya yaitu budaya barat, lain halnya dengan penggambaran tokoh Hanafi yang relevan dengan kehidupan pelajar di Indonesia secara umum pada saat itu.
Corrie (Barat) digambarkan sebagai gadis yang memiliki sikap layaknya gadis Timur, sopan, menjaga jarak dengan lawan jenis, dan patuh terhadap norma-norma kesopanan. Corrie dalam hal ini wanita yang keturunan Belanda merupakan tokoh yang tidak relevan.

’ Tidak, hanya.. engkau bujang, aku gadis, sesama manusia kita telah menetapkan pelbagai undang-undang yang tidak tersurat, tapi yang harus diturut oleh sekalian manusia dengan tertib, kalau ia hendak hidup aman di dalam pergaulan orang, yang memakai undang-undang itu.’’ (SA: 2)
‘’………… Apakah gunanya kita turut-turut memusingkan kepala? Aku tahu buat diriku sendiri, meskipun esok atau lusa di kota Solok ini sudah lazim berjalan berkeliaran memakai baju renang, aku sendiri tidak akan menyertai arus ‘mode’yang serupa itu…. ‘’ (SA: 3)

Dalam Buku Teori Pengkajian Fiksi salah satu bentuk kerelevansian tokoh sering dihubungkan dengan kesepertihidupan, lifelikeness. Seorang tokoh cerita dianggap relevan bagi pembaca, kita, dan atau relevan dengan pengalaman kehidupan kita, jika ia seperti kita, atau orang lain yang kita ketahui.
Hanafi sebagai pemuda pribumi yang disekolahkan bersama dengan orang Belanda, tampaknya dapat dimaklumi apabila sikap dan perangainya menuruti tingkah laku orang belanda akibat pengaruh lingkungan dan membentuk dirinya menjadi pemuda yang lebih mencintai budaya yang ia adaptasikan selama ini, ia menjadi malu menjadi warga pribumi karena dianggap rendah oleh Belanda, golongan yang selama ini dekat dengannya. Hanafi pun menginginkan persamaan hak antara kaumpribumi dan Belanda, karena ia tak mendapatkan itu sebagai kaum pribumi, maka ia pun ingin hakknya disamakan dengan bangsa Eropa dan berpindah kebangsaan. Tokoh Hanafi merupakan tokoh yang relevan.

‘’ Aku tahu betul, bahwa aku hanyalah Bumiputera saja, Corrie! Janganlah kau ulang-ulang juga.‘‘  (SA: 3)
‘‘ Dengan pertolongan ‘Chef‘ dikantor BB, seorang sahabat pula dari ayahku, sudahlah aku memasukkan surat buat minta disamakan hakku dengan orang Eropa.... (SA: 108)


Relevansi tokoh Corrie dan Hanafi terhadap kebudayaan masing-masing terkait dengan relevan atau tidak relevannya penggambaran tokoh keduanya mewakili budaya yang dianutnya. Hanafi sebagai orang yang berkebangsaan Timur namun disekolahkan di sekolah Belanda maka ia pun terpengaruhi oleh lingkungan maka ia berubah, namun ia tetap menyayangi ibunya dan di akhir ia menitipkan pesan agar anaknya jangan seperti dirinya. Orang yang berperilaku demikian sering kita jumpai di sekeliling kita. Di satu sisi ia bangga dengan kebudayaan asing namun di sisi yang lain ia tak dapat melepaskan dafrah ketimurannya yang terus mengalir. Sedangkan tokoh Corrie tidak relevan dengan budayanya. Ia digambarkan seperti wanita timur. Padahal kita ketahui bagaimana perbedaan wanita Timur dan Barat.

‘’ Ah, undang-undang itu, dimanakah batasnya? Bangsamu, bangsa Eropa, amat melonggarkan pergaulan laki-laki dengan perempuan. Nyonya yang bersuami sudah galib dibawa-bawa dan dikepit oleh seorang tuan lain, dengan tiada undang-undang tersurat atau tidak tersurat yang melarangnya. Itu tentang pergaulan. Ambillah pula contoh yang lain. Di tanah Arab perempuan menutup badan sampai ke muka-muka, tapi di tanah Amerika banyak benar kota-kota ramai di pantai laut, tempat nyonya dan tuan-tuan berkeliaran saja memakai baju renang, sampai ke rumah-rumah minum.....‘‘ (SA: 2)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar