Sabtu, 08 September 2012

SATIRE IDRUS DALAM KEJAHATAN MEMBALAS DENDAM



Dalam dinamika perjalanan sejarah sastra Indonesia banyak polemik yang terjadi, salah satunya ialah tidak diterimanya para pengarang muda oleh para pengarang tua. Pengarang muda menganggap bahwa para pengarang muda tidak menunjukkan semangat perlawanan yang menggebu-gebu terhadap kaum penjajah, sedang kalangan muda  menganggap bahwa mereka melakukan kebaruan sesuai zaman yang tentu masih ada nilai-nilai perjuangnnya akan tetapi berbeda caranya dengan kaum tua.
Idrus yang menyebut dirinya sebagai pembaharu prosa Indonesia dan Chairil Anwar pada puisi, yang memangkeduanya muncul pada zaman Jepang, Kumpulan Cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma yang berisi beberapa cerpen yang menunjukkan kebobrokan pada saat dijajah oleh Nippon, namun di dalamnya ‘terselip’ sebuah sandiwara empat babak yang  menyindir mnegenai pertentangan antara pengarang muda dan pengarang tua yang kita ketahui tokoh tersebut adalah Sutan Takdir Alisjahbana dan Chairil Anwar. 
Dalam drama tersebut ada beberapa pelaku diantaranya ISHAK (Pengarang muda), SATILAWATI (Tunangannya Ishak), KARTILI (Dokter, teman Ishak), ASMADIPUTERA (Master in de rechten, teman Ishak), SUKSORO (Pengarang kolot, ayah SATILAWATI), PEREMPUAN TUA (Nenek SATILAWATI).
Idrus menggambarkan bagaimana kegelisahan seorang pengarang muda ingin membela tanah air dengan karyanya tapi justru romannya tidak diterima oleh beberapa kalangan karena dianggap karyanya dapat berdampak buruk pada generasi muda, tidak mendorong para generasi muda untuk berjuang.
ISHAK : Aku bangga engkau jadi jururawat. Membela nusa di garis belakang. Aku juga dengan tulisanku. Tapi rakyat belum mengerti. Pak Orok juga. (DAM: 24)
ISHAK: Aku juga mengarang untuk nusa dan bangsa.Tapi caraku lain, bukan cara tukang pidato semangat.
SATILAWATI: Pasti aku bisa menangkap maksudmu. Aku bisa menghargakan karangan yang begitu. Segalanya diceritakan dengan kiasan dan sindiran.
ISHAK: Engkau selalu menimbulkan semangatku untuk berjuang, berjuan g mati-matian untuk memahamkan pengarang kolot akan cara baru. Cerita semangat juga, tapi dengan cara baru. Tapi sekarang ini aku mesti pergi, jauh, jauh sekali. (DAM: 25)
ISHAK : Satu lagi orang memusuhi aku, tidak apa. Pergilah Satilawati. Rupamu yang molek jelita itu seperti menghadapi buku pengarang kolot bagiku sekarang. Pergilah Satilawati. (DAM: 26)
ISHAK : Tidak. Kita ini dilahirkan ke atas dunia dengan kewajiban masing-masing. Kewajiban Tuan adalah mempertahankan yang lama. Dan kewajiban Kami ialah mencari yang baru. Ini menimbulkan pergeseran. Pergeseran ini menimbulkan api perjuangan yang maha hebat. Dan oleh perjuangan ini hidup di atas dunia serasa tambah berharga. (DAM: 74)

Idrus menyampaikan pesan sindirannya bahwa sebenarnya yang didinginkan angkatan baru terhadap angkatan lama adalah sebuah penghargaan. Angkatan baru ingin dihargai karya-karyanya serta di apresiasi perjuangan dan semangat kebaruannya. Hal tersebut sangat jelas terlihat dalam kutipan percakapan SUKSORO bersama ISHAK.

ISHAK : Bedanya hanya, Tuan telah dapat menghargai angkatan baru sekarang. Dan angkatan baru hanya itu yang diharapkannya dari ankatan lama, penghargaan itu. Salah sangkaan Tuan jika kami menghendaki, supaya Tuan mengarang cara kami pula..
SUKSORO : Aku mengerti, Ishak. (DAM: 74)

Kemudian akhirnya secara tidak langsung di akhir cerita Idrus memenangkan angkatan muda.

ISHAK : Dan dunia selalu membuktikan, bahwa pemudalah yang selalu menang dalam    perjuangannya dengan angkatan lama.
SUKSORO : (mengangguk) Aku mengerti, Ishak... Mudah mudahan. (DAM: 74)

Demikianlah seorang Idrus dalam menunjukkan kegelisahannya terhadap konfrontasi angkatan muda dan angkatan lama lewat Kejahatan Membalas Dendam yang dikemas dengan ringan, lugas, menarik, apa adanya, dan beberapa kalimat yang membuat pembaca tersenyum simpul karena sedikit jenaka di akhir cerita. Hal tersebut tentu berkaitan pula dengan pembaharuannya yang tidak hanya dari segi bentuk, tapi juga perubahan yang berakar dari jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar